Friday, January 3, 2020
OPM Pantas Masuk Daftar Teroris Internasional
Oleh : Abner Wanggai )*
Portalindo.co.id, 31 Des 2019 Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali melalukan aksi keji pada 30 Desember 2019. Tanpa mengenal rasa kemanusiaan, OPM menyerang anggota TNI yang sedang mengambil logistik dalam tugasnya menjaga masyarakat. Berkaca pada aksi kejinya tersebut, OPM Pantas masuk dalam daftar teroris internasional.
Polemik Papua terkait OPM kian memanas, pasalnya kelompok separatis ini dinilai kian liar dan menyerang secara membabi buta. Kasus demi kasus penyiksaan dan pembunuhan kian bergulir. Korban-korban yang ditengarai tak bersalah-pun ikut menjadi tumbal atas konflik disintegrasi wilayah Bumi Cendrawasih.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa konflik tak kunjung reda, seolah tak ada titik temu mengenai masalah ini. Padahal pemerintah juga tak kurang-kurang dalam melakukan pendekatan, baik secara moral dan psikis. Bantuan-bantuan dialirkan demi memenuhi segala kebutuhan yang sering dikeluhkan. Pembangunan infrastruktur juga diberikan sebagai sarans pendukung untuk menjalani kehidupan. Termasuk wacana pemekaran wilayah yang dinilai akan memajukan Papua secara lebih signifikan juga telah diberikan.
Untuk rakyat Papua sendiri seperti yang diketahui, mereka telah menyatakan diri tetap ingin merdeka bersama NKRI. Lalu mengapa OPM seperti mempropaganda dan melambungkan isu-isu pelanggaran HAM berat ke mata Internasional untuk mendapatkan dukungan kemerdekaan. Mereka seolah sebagai korban kekejaman negara, kaum minoritas yang perlu dibela hingga perlu di beri kewenangan menjalankan kemerdekaan wilayah mereka sendiri di Papua.
Hal ini juga makin diperburuk oleh oknum-oknum yang diduga mendukung pergerakkan OPM dalam melaksanakan sejumlah aksinya. Entah pasokan senjata, dana, uang hingga perlindungan keamanan. Mereka agaknya tak kapok bermain nyawa demi kemerdekaan yang ingin dinikmati. Padahal tinggal "manut" pemerintah bukankah lebih nyaman. Mengingat pemerintahan Jokowi juga tak tanggung-tanggung mengurusi segala permasalahan di Tanah Papua. Mulai dari provinsi hingga pedalaman turut dijangkau secara perlahan-lahan agar bisa seperti wilayah lainnya. Tapi entahlah, apa sebenarnya mau si OPM ini?
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah akan tetap mengunakan cara non-militeristik melalui pendekatan kesejahteraan, guna mengatasi masalah yang terjadi di Papua. Hal tersebut ditegaskan Mahfud MD usai memimpin rapat yang dihadiri para menteri terkait, ketika membahas masalah di Papua. Ia juga mengatakan tidak ada kebijakan baru yang akan diambil oleh pemerintah guna menangani masalah-masalah yang sedang terjadi di Papua. Hanya saja koordinasinya akan lebih diperkuat. Tergantung masing-masing departemen yang akan ikut andil dalam permasalahan ini.
Seperti, Perdagangan, perindustrian PUPR, dan lembaga lainnya. Agar dapat sinkron dan tak terpecah-pecah. Rapat ini ditengarai dilaksanakan tidak lama setelah mantan Kepala BIN AM Hendropriyono mengusulkan untuk menetapkan OPM sebagai kelompok teroris internasional yang kemungkinan akan berimplikasi pada penguatan militeristik. Namun pihaknya tidak berkomentar ketika ditanya mengenai wacana memasukkan OPM dalam daftar teroris internasional.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan, untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, pemerintah juga akan memperkuat sistem penegakan hukum di Papua kepada para pejabat yang dinilai menyalahgunakan keuangan negara.
Berbeda dengan Mahfud MD, Hendropriyono meminta pemerintah untuk menggunakan pendekatan militeristik dengan mengerahkan pasukan 'komando' TNI untuk memberantas segala tindakan kelompok OPM. Hendropriyono turut mencontohkan kala berjuang demi Timor Leste. Kekuatan militer tak pernah kalah, namun harus rela mundur akibat politik dan diplomasi Internasional yang dikerahkan.
Hendropriyono juga menyatakan OPM melalui Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) cukup banyak melakukan pembunuhan yang bukan hanya tentara dan polisi namun juga warga sipil. Maka dari itu, OPM tidak lagi hanya dikategorikan sebagai kelompok kriminal bersenjata, melainkan harus dikategorikan dalam organisasi teroris skala internasional.
Di sisi lain, Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto menyatakan setuju jika OPM ditetapkan sebagai teroris internasional karena telah melakukan tindakan secara liar dan tidak pandang bulu. Yaitu menyerang acak baik pihak militer dan polisi, maupun masyarakat sipil lainnya.
Untuk itu, menurutnya Pemerintah Indonesia harus membawa usulan tersebut ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sehingga OPM dapat dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris internasional.
Konsekuensinya ialah negara-negara tidak boleh berhubungan dengan para anggota OPM dan selanjutnya mereka tidak bisa mendapatkan pendanaan, bantuan atau dukungan lainnya. Sehingga mereka yang sebelumnya dapat menyuplai uang, dana, dan alat persenjataan (ke OPM) akan bisa dituduh melakukan teror. Jadi seharusnya gagasan ini sudah dilakukan sejak lama, imbuhnya. Menurut Hikmahanto, langkah untuk membawa wacana ini ke PBB sangat terbuka lebar. Sebab, Indonesia kini adalah anggota Dewan Keamanan PBB.
Di sepanjang tahun 2019, Kepolisian Daerah Papua mencatat hingga 23 kasus penembakan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di beberapa wilayah di Provinsi Papua. Termasuk yang tengah terjadi pada Desember tahun ini. Beberapa korban adalah warga sipil. Jika seperti ini apa masih bukan disebut teroris, OPM ini?
Ketegasan pemerintah dalam hal ini memang diperlukan. Mengingat banyak nyawa yang terancam jika konflik kian berlarut-larut. Kemungkinan jika OPM telah ditetapkan sebagai teroris akan mampu membekuk mereka dengan lebih mudah. Sehingga tak akan ada korban lagi yang dinilai menyulitkan langkah pemerintah guna memberantas OPM ini.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
Editor : Editor