Portalindo.co.id, Pemekaran Provinsi Papua harus berdasarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat Papua. Hal ini bertujuan agar pemekaran Provinsi Papua sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat Papua, mengejar ketertinggalan dari daerah lainnya, dan mempercepat pembangunan.
Pemekaran
Provinsi Papua ini merupakan salah satu poin strategis revisi perubahan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
yang akan segera berakhir pada tahun 2021 ini.
Hal ini
terungkap dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Menteri Dalam Negeri RI
tentang revisi terbatas UU Otsus Papua (271).
Rapat ini
menghadirkan Jend. Pol (Purn) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A.,
Ph.D, Menteri Dalam Negeri RI beserta jajaranya. Rapat Kerja ini dipimpin oleh
Fachrul Razi (Ketua), didampingi oleh Abdul Kholik (Wakil Ketua II), Fernando
Sinaga (Wakil Ketua III), dan dihadiri anggota Komite I antara lain Filep
Wamafma (Papua Barat), Otopipanus P. Tebay (Papua), Agustin Teras Narang
(Kalteng), Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa (Sumbar), Lily Salurapa (Sulawesi
Selatan), Ahmad Sukisman Azmy (NTB), Husein Alting Sjah (Maluku Utara), Sabam
Sirait (DKI Jakarta), Abaraham Liyanto (NTT), Maria Goreti (Kalbar), Badikenita
Sitepu (Sumut), Dewa Putu Ardika
(Sultra), Hudarni Rani (Babel), Abdul Rachman Thaha (Sulteng), Muhammad Idris
(Kaltim), Richard Hamonangan Pasaribu (Kepri), Intsiawati Ayus (Riau), Jialyka
Maharani (Sumsel), Ahmad Bastian (Lampung), dan Arya Wedakarna (Bali).
Ketua Komite
I DPD RI Fachrul Razi mengatakan Komite I DPD RI dan Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia sepakat bahwa revisi terbatas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua harus memberikan prioritas pada
afirmasi, perlindungan dan pemberdayaan bagi Orang Asli Papua.
Fachrul Razi
menegaska bahwa Komite I DPD RI dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
sepakat bahwa bentuk dan pola pengawasan, pembinaan, dan pengelolaan otonomi
khusus perlu dipertegas didalam revisi terbatas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
"Komite
I DPD RI dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menyepakati perlunya
kriteria yang jelas mengenai pemekaran Provinsi di Papua dalam revisi terbatas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua," jelas Fachrul Razi.
Dalam Rapat
Kerja ini, sejumlah anggota Komite I menyampaikan masukannya terhadap draft
revisi terbatas UU Otsus yang sudah ada tersebut. Diantaranya masukan dari
Senator Filep Wamafma dan Senator Otopianus Tebay.
Dalam
pandangan Senator Filep yang berasal dari Papua Barat menyatakan bahwa draft
revisi UU Otsus belum memberikan gambaran mengenai kewenangan Pemerintah Papua,
perlu dimasukan hal-hal yang bersifat organik dalam konsideran menimbang, dan
meminta Pemerintah untuk merangkul semua pihak dalam pembahasan revisi UU Otsus
ini, dan sebelum kebijakan pemekaran diimplementasikan perlu adanya dialog
dengan berbagai pihak di Papua agar dapat diimplementasikan dengan baik.
“Jika tujuan
revisi hanya untuk perpanjangan Dana Otsus, sekiranya masih banyak
daerah-daerah lain yang juga membutuhkan pendanaan”, lanjutnya.
Sementara
Senator Otopianus yang berasal dari Papua menyatakan agar pemekaran wilayah di
Papua perlu mendapatkan masukan dari berbagai pihak agar pemekaran tersebut
sesuai dengan harapan masyarakat Papua. Otopianus juga menyoroti pentingnya
penguatan pendidikan informal di Papua khususnya bagi mereka-meraka yang
pengangguran, didampingi, dan dibina sehingga mereka lebih mandiri. Penguatan
bidang keagamaan yang diberikan tanggungjawabnya kepada APBN. Dan perlunya
Pemerintah untuk perlu mempertimbangkan dengan seksama untuk menghidupkan
Partai Politik Lokal sebagai identitas budaya OAP.
Sementara
itu, Tito menjelaskan bahwa kebutuhan perpanjangan Dana Otsus sangat diperlukan
dan merupakan masukan dari berbagai kalangan termasuk masyarakat Papua.
Kebijakan pemekaran Papua merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk
mempercepat pembangunan di Papua, masih banyak yang tergolong kedalam daerah-daerah
tertinggal, dengan wilayah yang luas tentu saja persoalan rentang kendali juga
menjadi salah satu persoalan yang dapat diupayakan.
“Skenario
pemekaran adalah untuk percepatan pembangunan di Papua”, sebagai contoh adalah
Manokwari dan Sorong yang berkembang sangat cepat dengan adanya pemekaran
menjadi Provinsi Papua Barat.” Mendagri menegaskan.
Tito juga
menambahkan bahwa, dalam rencana pemerkaran di Papua, Pemerintah telah
melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat adat Papua. Untuk saat ini usulan
yang akan dimekarkan adalah Provinsi Papua Selatan, Provinsi Pegunungan Tengah,
dan Pemekaran Provinsi Papua tengah. Mekanisme Pemekaran juga diatur melalui
persetujuan MRP dan DPRP.
Pemerintah
menjamin keberpihakan kepada OAP benar-benar diwujudkan. Akan tetapi UU Otsus
yang mengatur OAP juga terdegradasi oleh UU sektoral. Oleh karena itu,
Pemerintah juga telah mengambil kebijakan dengan menurunkan standarisasi
rekrutmen ASN dan peningkatan kualitas Pendidikan di Papua serta menggiatkan
pendidikan vocational bagi OAP.
Rapat Kerja
ini berakhir pada jam 13.30 dengan pembacaan rekomendasi oleh Ketua Komite I
DPD RI Fachrul Razi.(*)